Selasa, 29 Maret 2016

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG No.9 TAHUN 2015 TENTANG PENANGANAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN dan PENGEMIS DI KOTA KUPANG



PENLAT PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG No.9 TAHUN 2015 TENTANG PENANGANAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN dan PENGEMIS DI KOTA KUPANG










Disusun Oleh :
YOHANES LEO
1274201204



FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS PGRI NTT
2015
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
I.1.1. Rekonseptualisasi
I.1.2. Konsep Ideal
I.1.3. Dasar Pertimbangan
I.1.4. Bentuk Hukum Pengaturan
I.2. Tujuan dan Sasaran
I.2.1. Tujuan
I.2.2. Sasaran
I.3. Metode Penyusunan Naskah Akademik
BAB II. RUANG LINGKUP NASKAH AKADEMIK TENTANG PENGATURAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS
II.1. Ketentuan Umum
II.2. Materi Muatan
II.2.1. Ladasan Filosofis, Jangkauan, dan Arah Pengaturan
II.2.2. Asas-asas Materi Muatan
II.2.3. Pokok-pokok Materi Muatan
            II.3. Ketentuan Peralihan dan Penutup
II.3.1. Ketentuan Peralihan
II.3.2. Ketentuan Penutup
            II.4. Bunyi Pasal yang Diusulkan Berdasarkan Materi Muatan

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
III.1. Kesimpulan
III.1.1. Luas Lingkup Materi yang Diatur
III.1.2. Bentuk Pengaturan Tentang Pengaturan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
III.2. Saran
III.2.1. Peraturan Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang Dibutuhkan
III.2.2. Saran Tindak Lanjut

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
           
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
I.1.1. Rekonseptualisasi
      Bangsa kita memang menderita penyakit yang cukup kronis dalam hal moral dan malu. Dan ini tak hanya melanda mereka yang berada di level atas, yang berpendidikan tinggi, yang tak malu-malu korupsi dan menggadaikan moralitasnya hanya untuk kepentingan materi belaka, demi jabatan dan kekayaan. Namun melanda juga mereka-mereka yang berada di bawah dasar garis kemiskinan. Mereka tak malu untuk menipu, mengemis, menggadaikan moral mereka, mengabaikan nurani mereka hanya untuk kesenangan dunia semata, dengan dalih himpitan hidup dan sebagainya. Kita patut bersyukur karena kita tidak termasuk di antara mereka. Allah telah memberikan kemudahan dalam diri kita di dunia ini. Di sisi yang lain negara juga menjadi pihak yang bertanggungjawab akan terjadinya hal ini. Sebab mereka barangkali juga tidak seperti ini kalau negara telah menunaikan kewajibannya dan mereka telah diberikan apa yang menjadi haknya.
Dapat kita lihat di dalam kehidupan nyata bahwa hidup sekarang tidaklah mudah. Perlu banyak materi untuk mencapai hidup yang sebagaimana mestinya. Di samping itu banyak pula orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Rata-rata mereka tidak mempunyai pekerjaan tetap, yang juga tidak berpenghasilan tetap. Apapun mereka lakukan untuk mendapat uang yang hanya cukup untuk makan baik dirinya sendiri dan keluarganya.
      Dalam hal ini diantaranya yang mereka lakukan adalah dengan mengemis di jalanan. Mereka mengemis adalah karena terpaksa, mereka sudah benar-benar tidak bisa lagi melakukan perkerjaan apapun, dan tidak ada sanak keluarga yang menolongnya. Namun dalam perkembangannya ternyata mengemis adalah dijadikan sebuah pekerjaan tetap untuk mendapat penghasilan, dapat dikatakan mengemis adalah sebagai sebuah profesi. Banyak sekali pengemis di jalanan bahkan sekarang sampai masuk ruang pendidikan, di lingkungan kampus pada khususnya.
      Hal ini sangat mengganggu pemandangan di dalam kampus. Bahkan kegiatan perkuliahan menjadi terganggu. Para pengemis yang semakin banyak kita lihat di lingkungan kampus ini beranekragam, mulai dari yang sangat muda sampai yang sudah tua sekali. Dan ternyata para pengemis ini adalah satu kelompok atau jaringan. Jadi ada yang diantara mereka datang setiap hari ke kampus di antar (di drop) dengan mobil box, sore harinya mereka di jemput lagi. Mereka datang dengan pakaian biasa yang kemudian diganti dengan pakaian layaknya pengemis. Setelah itu barulah mereka beroperasi keliling kampus. Kadang ada yang membuat kita tidak tega, tapi ada juga yang membuat jengkel, bahkan ada yang marah jika tidak kita beri.
      Dengan keberadaan pengemis di lingkungan kampus membuat resah kita sebagai warga kampus. Karena selain itu juga timbul kekhawatiran bahwa para pengemis itu tidak hanya mengemis, tetapi juga melakukan tindak kejahatan, misalnya mencuri fasilitas milik kampus.
      Tentunya yang kita inginkan adalah kampus yang tenang, nyaman, indah serta aman. Oleh karena itu dengan banyaknya pengemis yang masuk di dalam kampus ini, kami ingin membuat suatu peraturan yang melarang keras para pengemis untuk beroperasi di dalam kampus. Ini pilihan sulit saat nasib tergantung jalan buntu. Lapangan kerja makin menyusut, pengangguran bertambah tiap hari. Bicara kerja tak bisa dielak dari mentalitas. Sebuah pertanyaan mencuat. Seperti apa mentalitas angkatan kerja orang Indonesia?

I.1.2. Konsep Ideal

       Konsep Naskah Akademik mengenai Anak jalanan, gelandangan dan Pengemis ini idealnya difungsikan sebagai salah satu sarana dan prasarana dalam rangka penertiban dalam lingkungan wilayah Kota Kupang. Konsep ini pula yang diharapkan menjadi stabilitator yang akan menciptakan ruang lingkup Kota yang kondusif.




I.1.3. Dasar Pertimbangan

Pada dasarnya anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang beroperasi di kawasan pertokoan atau di sekitar lampu merah adalah tidaklah murni karena alasan ekonomi justru tidak sedikit dari mereka merupakan sindikat yang sudah lama terorganisasi untuk mengeruk keuntungan pribadi, tetapi hal ini didukung pula dengan minimnya bantuan pemerintah menjadi bukti mandulnya kepekaan sosial mereka.
Oleh karenanya perlu adanya peraturan serta sanksi yang tegas dan efektif pada pengaplikasiannya dalam memberantas atau setidak-tidaknya meminimalisir penyakit sosial tersebut.
Apabila peraturan ini tidak segera diterbitkan maka jumlah anak jalanan, gelandangan dan pengemis akan bertambah dan bukan hal yang tidak mungkin adanya peralihan fungsi pendidikan menjadi sarana lahan penghasilan.         
Kebijakan ini tidak pula untuk menghalangi orang yang ingin bersedekah ataupun berpartisipasi sosial akan tetapi alangkah lebih baik disalurkan kepada lembaga sosial atau panti asuhan yang resmi. Akan tetapi peraturan ini akan terasa kurang efektif jika akar persoalannya tidak diatasi karena hal ini dipicu oleh semakin meluasnya kemiskinan.

I.1.4. Bentuk Hukum Pengaturan
        Bentuk hukum yang dapat ditawarkan serta yang ideal untuk pokok masalah ini adalah peraturan yang sifatnya represif dan preventif/persuasif. Kedua bentuk hukum ini perlu juga didukung dengan sosialisasi serta penyuluhan kepada para pihak terkait.
      Untuk masalah sanksi apakah yang tepat untuk hal ini adalah dapat berupa teguran hingga hukuman kurungan. Perangkat ini secara tidak langsung bertujuan untuk menegakkan hukum sesuai       Pasal 504 dan 505 KUHP.
      Pelarangan ini berlaku untuk semua jenis kawasan, baik pertokoan, jalanan, kampus maupun sekolah-sekolah. Mengenai sanksi akan diberikan bervariasi.


I.2. Tujuan dan Sasaran
I.2.1. Tujuan
Tujuan penyusunan Naskah Akademik ini adalah untuk mengkaji dan meneliti secara akademik pokok-pokok materi yang ada dan harus ada dalam rancangan Peraturan Daerah Kota Kupang tentang Pengaturan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kawasan wilayah Kota Kupang, yang pada kesempatan kali ini dikhususkan pada lingkungan pertokoan, jalanan, kampus maupun sekolah-sekolah. Keterkaitan pokok-pokok materi tersebut dengan peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga jelas kedudukan dan ketentuan yang diaturnya.
I.2.2. Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai adalah tersusunnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengaturan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang yang sesuai dengan kesadaran hukum dan nilai-nilai yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat, sehingga penataan dan penegakannya menjadi efektif, efisien, mudah dan murah.

I.3. Metode Penyusunan  Naskah Akademik
Metode yang digunakan dalam penyusunan usulan naskah akademik ini adalah metode sosio-legal. Dengan metode ini maka kaidah-kaidah hukum yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat dicari dan digali, untuk kemudian dirumuskan menjadi rumusan pasal-pasal yang dituangkan ke dalam rancangan peraturan perundang-undangan. Jadi metode penyusunan ini bersifat partisipatoris. Metode ini dilandasi oleh sebuah teori yang mengatakan bahwa “hukum yang baik adalah hukum yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat yang didasarkan pada falsafah “Sociological Jurisprudence”. Dalam prakteknya Tim Penyusun Naskah Akademik ini mengimplementasikan metode ini dengan cara membandingkan antara ketentuan-ketentuan hukum yang dirumuskan oleh Tim Ahli dengan budaya hukum dan cita-cita masyarakat mengenai pengaturan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Kupang khususnya lingkungan pertokoan, jalanan, kampus maupun sekola-sekolah yang ideal.

Secara garis besar proses penyusunan peraturan daerah ini meliputi tiga tahapan yaitu: 1) tahap koseptualisasi, 2) tahap sosialisasi dan konsultasi publik, dan 3) tahap proses politik dan pemilihan.
1. Tahap Konseptualisasi.
Tahap ini merupakan tahap awal dari kegiatan technical Assistance yang dilakukan oleh tim penyusun. Pada tahap ini tim penyusun melakukan konseptualisasi Naskah Akademik dan Perumusan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengaturan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang dilakukan melalui diskusi intern bersama Tim Ahli dan Tokoh Masyarakat. Target output dari tahap ini adalah Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
2. Tahap Sosialisasi dan Konsultasi Publik
Pada tahap ini, tim penyusun melakukan Sosialisasi dan Konsultasi Publik tentang Pembentukan Lembaga regulasi pengemis Kota Kupang melalui:
Ø  Seminar Launching
Ø  FGD dengan Masyarakat, Pers, Pengusaha, LSM/CSO, Pemda dan DPRD
Ø  Talk Show Radio
Ø  Talk show Televisi
Ø  Penulisan Artikel
Ø  Seminar dan Lokakarya
Ø  Pemasanan Banner
Ø  Iklan Layanan Masyarakat di Surat Kabar dan Radio.
Target output dari sosialisasi ini adalah :
Ø  Tersosialisasikannya rencana pembentukan serta Rancangan Peraturan Daerah tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
Ø  Diperolehnya feedback dari masyarakat tentang rencana pembentukan Peraturan Daerah tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
Ø  Meningkatnya Partisipasi warga dalam pembuatan Usulan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengaturan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
3. Tahap Proses Politik dan Pemilihan
Tahap proses politik dan pemilihan merupakan tahap akhir dari kegiatan technical assitance ini. Proses politik adalah proses pembahasan usulan Raperda tentang tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis oleh DPRD Kota Kupang. Tahap Pemilihan adalah tahap ketika Raperda sudah disyahkan dan akan dilakukan pemilihan serta pengangkatan anggota Lembaga regulasi Kota Kupang. Pada tahap proses politik dan pemilihan, tim penyusun tidak terlibat langsung, melainkan hanya memberikan jasa konsultansi jika diperlukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut. Selain itu, dalam rangka mendorong pengembangan wacana serta publikasi hasil-hasil perumusan, tim penyusun akan menyelenggarakan satu seminar untuk mensosialisasikan hasil rumusan akhir usulan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.




















BAB II
RUANG LINGKUP NASKAH AKADEMIK
TENTANG
PENANGANAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA KUPANG

II.1. Ketentuan Umum
Dalam ketentuan umum akan dirumuskan beberapa istilah yang akan digunakan dalam Usulan Naskah Akademik mengenai Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
1.    Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum;
2.    Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain;
3.    Menteri adalah Menteri Sosial;
4.    Usaha preventif adalah usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan, sehingga akan tercegah terjadinya:
a. pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau keluarga-keluarga terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit penghidupannya;
b. meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya;
c. pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para gelandangan dan pengemis yang telah direhabilitir dan telah ditransmigrasikan ke daerah pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah masyarakat.
5.    Usaha represif adalah usaha-usaha yang terorganisir, baik melalui lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat.
6.      Usaha rehabilitatif adalah usaha-usaha yang terorganisir meliputi usaha-usaha penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian para gelandangan dan pengemis, kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan martabat manusia sebagai warga negara Republik Indonesia.
7.      Razia adalah salah satu instrumen penegak dalam melaksanakan usaha represif.
8.      Panti sosial adalah salah satu instrumen berupa lembaga yang berfungsi dalam menampung subyek yang diatur dalam regulasi ini.

II.2. Materi Muatan
II.2.1. Landasan Filosofis, Jangkauan, dan Arah Pengaturan
1. Landasan Filosofis
Materi muatan pengaturan mengenai Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang berfungsi untuk menodorong terciptanya sistem regulasi yang baik, efektif, dan efisien.
  1. Jangkauan Pengaturan
Penanganan mengenai anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang diarahkan untuk mengatur subyek serta para pihak terkait.
  1. Arah Pengaturan
Penanganan mengenai anak jalanan, gelandangan dan  Pengemis di Kota Kupang melalui lembaga yang ditunjuk dan berkompeten diarahkan untuk menjadikan lembaga ini dapat terbentuk sesuai dengan asas-asas universal yang berlaku bagi regulasi ini. Asas-asas ini juga diharapkan dapat diterima oleh seluruh elemen sosial dan kemasyarakatan Kota Kupang.

II.2.2. Asas-asas Materi Muatan
Materi muatan mengenai lembaga penanganan anak jalanan, gelandangan dan  Pengemis di Kota Kupang merupakan cerminan dari asas-asas yang ingin ditegakkan, yaitu:
1. Asas Non-Diskriminasi
Kebijakan mengenai regulasi anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang dituangkan dalam berbagai instrumen hukum dan peraturan perundang-undangan hendaknya menghargai keberagaman yang muncul tanpa mengklasifikasikannya secara radikal.
2. Asas Transparansi
a.  Kebijakan dasar mengenai regulasi ini harus menjamin subyek yang diatur mendapatkan informasi yang benar mengenai program dan alokasi keuangan dari pemerintah pusat dan daerah yang dialokasikan untuk subyek yang bersangkutan.
b. Kebijakan dasar mengenai pengaturan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di kota Kupang harus menjamin keterbukaan informasi antar subyek yang diatur dan antara subyek yang diatur dengan pemerintah.
3. Asas Akuntabilitasi
Kebijakan dasar mengenai regulasi anak jalanan, gelandangan dan pengemis di kota Kupang harus menjamin :
a.  Pelayanan administrasi yang memenuhi syarat akuntabilitas bagi kepentingan subyek yang bersangkutan serta para pihak.
b. Fungsi pelayanan administrasi yang diselenggarakan untuk kepentingan pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah harus sesuai dengan tujuan yang telah disepakati dan tidak merugikan kepentingan subyek yang diatur.
c.  Lembaga yang ada harus mengembangkan mekanisme dan prosedur yang disepakati untuk menjamin akuntabilitasnya.
4. Asas Kemandirian
Kebijakan dalam pemberian pekerjaan sesuai dengan kemampuan untuk memperoleh penghidupan yang layak dengan kemandirian yang dimiliki.
5. Asas Partisipatif
Kebijakan dasar mengenai regulasi ini harus menjamin :
a.  Hak masyarakat untuk turut serta dalam mekanisme pengambilan keputusan.
b. Hak setiap anggota masyarakat untuk mengontrol pelaksanaan keputusan setempat yang berkaitan dengan kepentingan mereka.
c.  Pengutamaan sistem demokrasi langsung dalam mekanisme pengambilan keputusan.
d. Terjadinya proses musyawarah dalam mekanisme perwakilan.

6. Asas Pemberdayaan
Kebijakan untuk memberdayakan kehidupan yang lebih layak, dalam arti mengurangi komunitas masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan sebagaimana subyek yang ada pada regulasi ini menuju masyarakat yang lebih sejahtera.
7. Asas Demokratis
   Kebijakan dasar mengenai regulasi ini harus menghormati prinsip-prinsip demokrasi.
8. Asas Kesopanan
Kebijakan dasar mengenai regulasi ini harus berpotensikan dalam upaya meningkatkan nilai kesopanan dalam masyarakat.
9. Asas Ketertiban dan Keamanan
Kebijakan dasar mengenai peningkatan ketertiban dan keamanan dalam kehidupan masyarakat untuk menciptakan kehidupan yang aman dan tenteram. Asas-asas tersebut berusaha untuk dimuat baik secara eksplisit maupun implisit dalam berbagai ketentuan mengenai dasar pembentukan, sifat, fungsi, kewenangan, tugas, proses kerja, susunan, dan proses pemilihan, penggantian, serta pertanggungjawaban Regulasi/Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.

II.2.3. Pokok-pokok Materi Muatan
Pokok materi muatan yang akan diatur oleh Peraturan Daerah Tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang adalah sebagai berikut:
a) Nama Lembaga:
Alternatif 1
Nama lembaga yang akan dibentuk adalah Lembaga Regulasi Sosial
Alternatif 2
Nama lembaga yang akan dibentuk adalah …… (nama lokal), yang berfungsi sebagai Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
Nama lokal yang diusulkan adalah:
1. Lembaga Pelayanan Masyarakat
2. Wahana Sosial
b) Asas Lembaga
Regulasi ini didirikan dan bekerja dengan bersandar pada asas-asas:
b.1. Non-diskriminasi
b.2. Transparansi
b.3. Akuntabilitas
b.4. Kemandirian
b.5. Partisipatif
b.6. Pemberdayaan
b.7. Demokratis
b.10. Kesopanan
b.11. Ketertiban dan Keamanan
c) Sifat Lembaga:
Lembaga penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Kupang bersifat mandiri, indipenden, tidak memiliki hubungan hierarkis, dan bertanggung jawab terhadap lembaga terkait.
d) Tujuan
 Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang bertujuan:
a. Meningkatkan mutu pelayanan di bidang sosial agar setiap anggota masyarakat yang berhubungan dengan lembaga regulasi memperoleh keadilan, rasa aman, serta kesejahteraan yang semakin baik.
b.  Meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum, keadilan, dan kesejahteraan secara lebih baik.
c. Membantu menciptakan dan mengembangkan kondisi yang kondusif di daerah
d. Meningkatkan budaya hukum, kesadaran hukum, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.

e) Fungsi Lembaga Regulasi Sosial Kota Kupang
Lembaga Regulasi Sosial Kota Kupang berfungsi membantu menyelesaikan keluhan masyarakat terhadap penyelenggaraan tugas pelayanan pemerintah daerah dan perangkatnya. (Dalam penjelasan perlu ditegaskan yang dimaksud dengan menyelesaikan masalah yaitu: menerima keluhan, mengklarifikasi keluhan, mengkonfirmasi keluhan, melakukan mediasi, dan mengeluarkan rekomendasi).

f) Tugas Lembaga Regulasi Sosial Kota Kupang
Lembaga regulasi Kota Kupang ini bertugas:
a. Melayani keluhan dan atau laporan subyek yang diatur atas keputusan, tindakan dan atau perilaku aparat yang dirasakan tidak adil, tidak patut, memperlambat, merugikan, atau bertentangan dengan kewajiban hukum.
b.  Menindaklanjuti keluhan, laporan, atau informasi mengenai penyimpangan pelaksanaan penyelenggaraan peraturan dalam regulasi ini atau pelayanan umum daerah sebagaimana dimaksud dalam sub a.
c. Melakukan langkah-langkah untuk memecahkan masalah yang dihadapi baik oleh masyarakat maupun pemerintah atau aparat pemerintah daerah penyelenggara pelayanan umum melalui lembaga yang ditunjuk.
d. Melakukan langkah-langkah prefentif
e. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga-lembaga atau pemerintahan lainnya baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional.
f. Menyebarluaskan pemahaman mengenai kedudukan, fungsi, tugas, dan wewenang Lembaga Regulasi Kota Kupang.
g) Kewenangan Lembaga Regulasi Sosial Kota Kupang
 Lembaga Regulasi Kota Kupang ini berwenang:
a. Menerima laporan dari masyarakat yang berisi keluhan atas keputusan, tindakan, dan atau perilaku aparat dirasakan tidak adil, tidak patut, memperlambat, merugikan, atau bertentangan dengan kewajiban hukum yang berlaku bagi aparat yang bersangkutan.
b. Meminta keterangan secara lisan dan atau tertulis dari pelapor, terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai suatu keluhan yang disampaikan kepada Lembaga Regulasi yang bersangkutan.
c. Memeriksa keputusan, surat menyurat, atau dokumen-dokumen lain yang ada pada pelapor atau terlapor untuk mendapatkan kebenaran keluhan terhadap pelapor.
d. Meminta klarifikasi dan atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan untuk pemeriksaan laporan dari perangkat daerah terlapor.
e. Membuat rekomendasi atau usul-usul mengenai penyelesaian keluhan pelapor, termasuk rekomendasi untuk pelayanan pendidikan
f. Demi kepentingan umum, mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan rekomendasi untuk diketahui umum.
g. Wewenang lain yang dianggap perlu untuk melaksanakan fungsi dan tugas Lembaga Regulasi Kota Kupang.

II.4. Ketentuan Peralihan dan Penutup
II.4.1. Ketentuan Peralihan
Dalam ketentuan peralihan dan ketentuan penutup, akan diatur kedudukan lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang sudah berlaku dan yang akan berlaku, yang menyangkut penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Kupang yakni, PP No. 31 Tahun 1980, LN. 1980-51 dan Perda No. 11 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah No. 03 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan.
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam terselenggaranya usulan naskah akademik :
A.    Selambat-lambatnya satu bulan sejak terpilih, Lembaga Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang yang pertama kali dibentuk harus sudah mulai bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
B.    DPRD dapat mengevaluasi Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang yang pertama dibentuk dalam tahun pertama. Evaluasi meliputi aspek kelembagaan dan pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilakukan oleh lembaga yang berkompeten.
C.    Dalam jangka waktu satu tahun, jika dipandang perlu DPRD dapat memperbaiki atau menyusun peraturan daerah mengenai Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
II.4.2. Ketentuan Penutup
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan peraturan daerah ini ditempatkan dalam Lembaran Daerah. Untuk memberi kesempatan pada daerah menyesuaikan peraturan daerah yang berkaitan dengan penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Kupang agar sesuai dengan peraturan ini, maka waktu 1 tahun dianggap waktu yang cukup untuk penyesuaian tersebut. Selama jangka waktu tersebut pemerintah daerah seharusnya melakukan sosialisasi penanganan anak jalanan, gelandang dan  pengemis di Kota Kupang serta menyerap aspirasi masyarakat mengenai regulasi ini.

II.5. Bunyi Pasal yang Diusulkan Berdasarkan Materi Muatan
Berdasarkan cakupan materi muatan, maka Tim Penyusun mengusulkan alternatif bunyi pasal yang dapat mewakili gagasan yang dituangkan dalam cakupan materi muatan. Agar pembaca dapat membandingkan cakupan materi muatan dengan alternatif bunyi pasal yang diusulkan, maka bunyi pasal yang diusulkan dengan materi muatan disandingkan dalam bentuk tabel sebagaimana dapat dibaca pada lampiran 1.





















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.1 Kesimpulan
III. 1. 1 Luas lingkup materi diatur, dan kaitannya secara sistematik dengan
peraturan perundang-undangan lainnya
Dalam naskah akademik ini telah diuraikan pengkajian mengenai berbagai hal yang diperkirakan dapat menjadi bahan materi muatan penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Kupang. Berdasarkan kajian tersebut dirumuskan pokok-pokok pikiran yang akan dituangkan sebagai kaidah hukum dalam materi muatan Rancangan Undang-Undang tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
Luas lingkup materi muatan tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang yang diatur dalam naskah akademik ini, diusahakan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada.
             Dalam proses pengundangan dan pelaksanaannya maka materi muatan yang dikemukakan dalam naskah akademik ini harus senantiasa merujuk pada undang-undang tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang secara Nasional serta Peraturan Pemerintah yang menyertainya. Meskipun demikian, yang harus dicatat adalah bahwa penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis pada dasarnya adalah cerminan dari inisiatif daerah. Dengan demikian perbedaan materi muatan mengenai Penanganan anak jalanan, ggelandangan dan Pengemis   dengan UU tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Kupang dan Peraturan Pemerintah, sepanjang tidak menyalahi prinsip-prinsip umum yang selayaknya dapat diterima. Perbedaan materi muatan ini selayaknya disikapi sebagai proses pengayaan khasanah kelembagaan penanganan anak jalanan, gelandang dan pengemis di Kota Kupang.


III. 1. 2 Bentuk Pengaturan tentang Penganganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang
Berdasarkan pada sifat, asas, tujuan, lingkup kewenangan, dan tugas yang dikemukakan dalam materi muatan, maka pengaturan mengenai Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang sebaiknya dituangkan dalam Peraturan Daerah Kota Kupang”.

III. 2 Saran
III. 2. 1 Peraturan Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang Dibutuhkan
Berdasarkan pada materi muatan yang dikemukakan dalam bagian 2 maka, untuk dapat terlaksananya peraturan daerah tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang perlu ditindaklanjuti dengan:
1.      Penetapan prosedur teknis lembaga regulasi Kota Kupang yang dapat dijadikan pedoman oleh Sekretariat DPRD untuk memperlancar proses lembaga regulasi Kota Kupang.
2.      Penetapan mengenai lingkup materi untuk uji kelayakan dan kepantasan lembaga regulasi Kota Kupang.
3.      Penetapan mengenai proses rekrutmen, standard upah, dan fasilitas pendukung lembaga regulasi Kota Kupang.
III.2.2 Saran Tindak Lanjut
Untuk mendapatkan materi muatan yang dapat mencerminkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan metode yang akan ditempuh maka langkah yang segera harus dilakukan adalah:
1.        Sosialisasi gagasan melalui media cetak dan atau elektronik.
2.        Konsultasi publik dengan berbagai elemen masyarakat Kota Kupang.
3.        Diseminasi usulan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang kepada masyarakat luas.
4.        Menjaring masukan dari masyarakat terhadap Usulan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang guna penyempurnaan materi muatan.


LAMPIRAN
USULAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA KUPANG


            Lampiran ini menyajikan alternatif bunyi pasal yang diusulkan oleh Tim Penyusun mengenai pengaturan pengemis di kawasan pendidikan Kota Kupang.

BAB I. KETENTUAN UMUM
Pasal 1.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.         Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum;
2.         Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain;
3.         Menteri adalah Menteri Sosial;
4.         Usaha preventif adalah usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan, sehingga akan tercegah terjadinya:
a.         pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau keluarga-keluarga terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit penghidupannya;
b.         meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya;
c.         pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para gelandangan dan pengemis yang telah direhabilitir dan telah
ditransmigrasikan ke daerah pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah masyarakat.
5.         Usaha represif adalah usaha-usaha yang terorganisir, baik melalui lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat.
6.         Usaha rehabilitatif adalah usaha-usaha yang terorganisir meliputi usaha-usaha penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian para gelandangan dan pengemis, kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan martabat manusia sebagai Warganegara Republik Indonesia.

BAB II.
TUJUAN, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB
Pasal 2.
Penanggulangan gelandangan dan pengemisan yang meliputi usaha-usaha preventif, represif, rehabilitatif bertujuan agar tidak terjadi pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya pengaruh akibat pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat, dan memasyarakatkan kembali gelandangan dan pengemis menjadi anggota masyarakat yang menghayati harga diri, serta memungkinkan pengembangan para gelandangan dan pengemis untuk memiliki kembali kemampuan guna mencapai taraf hidup, kehidupan, dan penghidupan yang layak sesuai dengan harkat martabat manusia.

Pasal 3.
(1)       Kebijaksanaan di bidang penanggulangan gelandangan dan pengemis ditetapkan oleh Menteri berdasarkan kebijaksanaan yang digariskan oleh Pemerintah.
(2)       Dalam  menetapkan kebijaksanaan, Menteri dibantu oleh sebuah badan koordinasi, yang susunan, tugas dan wewenangnya diatur dengan Keputusan Presiden
.
Pasal 4.
(1)       Pemerintah Daerah dapat melaksanakan kebijaksanaan khusus berdasarkan kondisi daerah sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
(2)       Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan petunjuk teknis dari Menteri Sosial dan petunjuk-petunjuk Menteri Dalam Negeri.

BAB III. USAHA PREVENTIF
Pasal 5.
Usaha preventif dimaksudkan untuk mencegah timbulnya gelandangan dan pengemis di dalam masyarakat, yang ditujukan baik kepada perorangan maupun kelompok masyarakat yang diperkirakan menjadi sumber timbulnya gelandangan dan pengemis.

Pasal 6.
Usaha sebagaimana dimaksud Pasal 5, dilakukan antara lain dengan:
a.         Penyuluhan dan bimbingan sosial;
b.         Pembinaan sosial;
c.         Bantuan sosial;
d.         Perluasan kesempatan kerja;
e.         Pemukiman lokal;
f.          Peningkatan derajat kesehatan.

Pasal 7.
Pelaksanaan usaha-usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur lebih lanjut oleh Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

BAB IV. USAHA REPRESIF
Pasal 8.
Usaha represif dimaksudkan untuk mengurangi dan/atau meniadakan gelandangan dan pengemis yang ditujukan baik kepada seseorang maupun kelompok orang yang disangka melakukan pergelandangan dan pengemisan.

Pasal 9.
Usaha represif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi:
a.         razia;
b.         penampungan sementara untuk diseleksi;
c.         pelimpahan.
Pasal 10.
(1)       Razia dapat dilakukan sewaktu-waktu baik oleh pejabat yang berwenang untuk itu maupun oleh pejabat yang atas perintah Menteri diberi wewenang untuk itu secara terbatas.
(2)       Razia yang dilakukan oleh pejabat yang diberi wewenang kepolisian terbatas dilaksanakan bersama-sama dengan Kepolisian.

Pasal 11.
Gelandangan dan pengemis yang terkena razia ditampung dalam penampungan sementara untuk diseleksi.

Pasal 12.
Seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dimaksudkan untuk menetapkan kwalifikasi para gelandangan dan pengemis dan sebagai dasar untuk menetapkan tindakan selanjutnya yang terdiri dari:
a.         dilepaskan dengan syarat;
b.         dimasukkan dalam Panti Sosial;
c.         dikembalikan kepada orang tua/wali/keluarga/kampung halamannya;
d.         diserahkan ke Pengadilan;
e.         diberikan pelayanan kesehatan.

Pasal 13.
Dalam hal seseorang gelandangan dan/atau pengemis dikembalikan kepada orang tua/wali/keluarga/kampung halamannya baik karena hasil seleksi
 maupun karena putusan pengadilan dapat diberikan bantuan sosial yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Menteri.

BAB V. USAHA REHABILITATIF
Pasal 14.
Usaha rehabilitatif terhadap gelandangan dan pengemis meliputi usahausaha penampungan, seleksi, penyantunan, penyaluran dan tindak lanjut, bertujuan agar fungsi sosial mereka dapat berperan kembali sebagai warga masyarakat.

Pasal 15.
(1)       Usaha rehabilitatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilaksanakan melalui Panti Sosial.
(2)       Tatacara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 16.
Usaha penampungan ditujukan untuk meneliti/menseleksi gelandangan dan pengemis yang dimasukkan dalam Panti Sosial.

Pasal 17.
Seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 bertujuan untuk menen-tukan kualifikasi pelayanan sosial yang akan diberikan.

Pasal 18.
Usaha penyantunan ditujukan untuk mengubah sikap mental gelandang-an dan pengemis dari keadaan yang nonproduktif menjadi keadaan yang produktif.

Pasal 19.
Dalam melaksanakan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 para gelandangan dan pengemis diberikan bimbingan, pendidikan dan latihan baik fisik, mental maupun sosial serta ketrampilan kerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Pasal 20.
Tatacara pelaksanaan penyantunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 diatur lebih lanjut oleh menteri.

Pasal 21.
(1)       Usaha penyaluran ditujukan kepada gelandangan dan pengemis telah mendapatkan bimbingan, pendidikan, latihan dan ketrampilan kerja dalam rangka pendayagunaan mereka terutama ke sektor produksi dan jasa, melalui jalur-jalur transmigrasi, swakarya, dan pemukiman lokal.
(2)       Tatacara pelaksanaan penyaluran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

Pasal 22.
Usaha tindak lanjut ditujukan kepada gelandangan dan pengemis yang telah disalurkan, agar mereka tidak kembali menjadi gelandangan-dan pengemis.

Pasal 23.
Usaha tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 antara lain dilakukan dengan;
a.         meningkatkan kesadaran berswadaya;
b.         memelihara, memantapkan dan mertingkatkan kemampuan sosial ekonomi;
c.         menumbuhkan kesadaran hidup bermasyarakat.

Pasal 24.
Pelaksanaan usaha tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VI. PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 25.
Organisasi Sosial masyarakat dapat menyelenggarakan usaha rehabilitasi gelandangan dan pengemis dengan mendirikan Panti Sosial.

Pasal 26.
Organisasi Sosial yang menyelenggarakan usaha rehabilitasi sebagai mana dimaksud dalam Pasal 25, wajib mendaftarkan dan memberikan laporan berkala kepada
Menteri melalui Instansi dalam lingkungan Departemen Sosial setempat.

Pasal 27.
Menteri dapat memberikan bantuan/subsidi kepada Organisasi Sosial Masyarakat yang menyelenggarakan usaha rehabilitasi gelandangan dan pengemis.

Pasal 28.
Menteri atau pejabat yang diberi wewenang oleh Menteri memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap organisasi sosial masyarakat yang menyelenggarakan usaha rehabilitasi gelandangan dan pengemis.

Pasal 29.
Pelaksanaan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam bab ini diatur oleh Menteri.

BAB VII. KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP
Pasal 30.
Segala peraturan perundang-undangan tentang gelandangan dan pengemis yang sudah ada tetap berlaku, selama tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 31.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.












DAFTAR PUSTAKA

1.             Ketetapan Madjelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978; tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.
2.             Pasal 5 ayat (2), Pasal 27, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945.
3.             Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039).
4.             Usulan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Prakarsa/Rancangan Undang-Undang Inisiatif tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 1 Huruf o dan p, Bab XI Pasal 93-111, dan Pasal 126 yang Berkaitan dengan Desa.





1 komentar:

  1. Lucky Club Review: Slots, Roulette, Video Poker and More
    Lucky Club is the only online betting site where you can place your bets. The company boasts a generous welcome bonus to keep your money active luckyclub.live and the best  Rating: 9/10 · ‎Review by LuckyClub.org

    BalasHapus