PENLAT PERUNDANG-UNDANGAN
PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG No.9 TAHUN
2015 TENTANG PENANGANAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN dan PENGEMIS DI KOTA KUPANG
Disusun Oleh :
YOHANES LEO
1274201204
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU
HUKUM
UNIVERSITAS PGRI
NTT
2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
I.1.1. Rekonseptualisasi
I.1.2. Konsep Ideal
I.1.3. Dasar Pertimbangan
I.1.4. Bentuk Hukum Pengaturan
I.2. Tujuan dan Sasaran
I.2.1. Tujuan
I.2.2. Sasaran
I.3. Metode Penyusunan Naskah Akademik
BAB II. RUANG
LINGKUP NASKAH AKADEMIK TENTANG PENGATURAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN
PENGEMIS
II.1. Ketentuan Umum
II.2. Materi Muatan
II.2.1. Ladasan Filosofis, Jangkauan, dan Arah Pengaturan
II.2.2. Asas-asas Materi Muatan
II.2.3. Pokok-pokok Materi Muatan
II.3. Ketentuan
Peralihan dan Penutup
II.3.1. Ketentuan Peralihan
II.3.2. Ketentuan Penutup
II.4. Bunyi Pasal yang Diusulkan
Berdasarkan Materi Muatan
BAB III. KESIMPULAN DAN
SARAN
III.1. Kesimpulan
III.1.1. Luas Lingkup Materi yang Diatur
III.1.2. Bentuk
Pengaturan Tentang Pengaturan Anak
Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
III.2. Saran
III.2.1. Peraturan Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis
yang Dibutuhkan
III.2.2. Saran Tindak Lanjut
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar
Belakang
I.1.1.
Rekonseptualisasi
Bangsa kita memang menderita penyakit yang
cukup kronis dalam hal moral dan malu. Dan ini tak hanya melanda mereka yang
berada di level atas, yang berpendidikan tinggi, yang tak malu-malu korupsi dan
menggadaikan moralitasnya hanya untuk kepentingan materi belaka, demi jabatan
dan kekayaan. Namun melanda juga mereka-mereka yang berada di bawah dasar garis
kemiskinan. Mereka tak malu untuk menipu, mengemis, menggadaikan moral mereka,
mengabaikan nurani mereka hanya untuk kesenangan dunia semata, dengan dalih
himpitan hidup dan sebagainya. Kita patut bersyukur karena kita tidak termasuk
di antara mereka. Allah telah memberikan kemudahan dalam diri kita di dunia ini.
Di sisi yang lain negara juga menjadi pihak yang bertanggungjawab akan
terjadinya hal ini. Sebab mereka barangkali juga tidak seperti ini kalau negara
telah menunaikan kewajibannya dan mereka telah diberikan apa yang menjadi
haknya.
Dapat kita lihat di dalam kehidupan nyata bahwa hidup sekarang
tidaklah mudah. Perlu banyak materi untuk mencapai hidup yang sebagaimana
mestinya. Di samping itu banyak pula orang-orang yang hidup di bawah garis
kemiskinan. Rata-rata mereka tidak mempunyai pekerjaan tetap, yang juga tidak
berpenghasilan tetap. Apapun mereka lakukan untuk mendapat uang yang hanya
cukup untuk makan baik dirinya sendiri dan keluarganya.
Dalam hal ini
diantaranya yang mereka lakukan adalah dengan mengemis di jalanan. Mereka
mengemis adalah karena terpaksa, mereka sudah benar-benar tidak bisa lagi
melakukan perkerjaan apapun, dan tidak ada sanak keluarga yang menolongnya.
Namun dalam perkembangannya ternyata mengemis adalah dijadikan sebuah pekerjaan
tetap untuk mendapat penghasilan, dapat dikatakan mengemis adalah sebagai
sebuah profesi. Banyak sekali pengemis di jalanan bahkan sekarang sampai masuk
ruang pendidikan, di lingkungan kampus pada khususnya.
Hal ini
sangat mengganggu pemandangan di dalam kampus. Bahkan kegiatan perkuliahan
menjadi terganggu. Para pengemis yang semakin banyak
kita lihat di lingkungan kampus ini beranekragam, mulai dari yang sangat muda
sampai yang sudah tua sekali. Dan ternyata para pengemis ini adalah satu
kelompok atau jaringan. Jadi ada yang diantara mereka datang setiap hari ke
kampus di antar (di drop) dengan
mobil box, sore harinya mereka di
jemput lagi. Mereka datang dengan pakaian biasa yang kemudian diganti dengan
pakaian layaknya pengemis. Setelah itu barulah mereka beroperasi keliling
kampus. Kadang ada yang membuat kita tidak tega, tapi ada juga yang membuat
jengkel, bahkan ada yang marah jika tidak kita beri.
Dengan
keberadaan pengemis di lingkungan kampus membuat resah kita sebagai warga
kampus. Karena selain itu juga timbul kekhawatiran bahwa para pengemis itu
tidak hanya mengemis, tetapi juga melakukan tindak kejahatan, misalnya mencuri
fasilitas milik kampus.
Tentunya yang
kita inginkan adalah kampus yang tenang, nyaman, indah serta aman. Oleh karena
itu dengan banyaknya pengemis yang masuk di dalam kampus ini, kami ingin
membuat suatu peraturan yang melarang keras para pengemis untuk beroperasi di
dalam kampus. Ini pilihan sulit saat nasib tergantung jalan buntu.
Lapangan kerja makin menyusut, pengangguran bertambah tiap hari. Bicara kerja
tak bisa dielak dari mentalitas. Sebuah pertanyaan mencuat. Seperti apa
mentalitas angkatan kerja orang Indonesia?
I.1.2. Konsep Ideal
Konsep
Naskah Akademik mengenai Anak
jalanan, gelandangan dan Pengemis ini idealnya
difungsikan sebagai salah satu sarana dan prasarana dalam rangka penertiban dalam
lingkungan wilayah Kota Kupang. Konsep ini pula yang diharapkan menjadi stabilitator yang akan
menciptakan ruang lingkup Kota yang kondusif.
I.1.3. Dasar Pertimbangan
Pada dasarnya anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang
beroperasi di kawasan pertokoan atau di sekitar lampu
merah adalah tidaklah murni karena alasan ekonomi
justru tidak sedikit dari mereka merupakan sindikat yang sudah lama
terorganisasi untuk mengeruk keuntungan pribadi, tetapi hal ini didukung pula dengan minimnya bantuan pemerintah
menjadi bukti mandulnya kepekaan sosial mereka.
Oleh karenanya perlu adanya peraturan
serta sanksi yang tegas dan efektif pada pengaplikasiannya dalam memberantas
atau setidak-tidaknya meminimalisir penyakit
sosial tersebut.
Apabila peraturan ini tidak segera
diterbitkan maka jumlah anak jalanan,
gelandangan dan pengemis akan bertambah dan bukan hal
yang tidak mungkin adanya peralihan fungsi pendidikan menjadi sarana lahan
penghasilan.
Kebijakan ini tidak pula untuk
menghalangi orang yang ingin bersedekah ataupun berpartisipasi sosial akan
tetapi alangkah lebih baik disalurkan kepada lembaga sosial atau panti asuhan
yang resmi. Akan tetapi peraturan ini akan terasa kurang efektif jika akar
persoalannya tidak diatasi karena hal ini dipicu oleh semakin meluasnya
kemiskinan.
I.1.4. Bentuk Hukum
Pengaturan
Bentuk hukum yang dapat ditawarkan serta yang ideal untuk
pokok masalah ini adalah peraturan yang sifatnya represif dan
preventif/persuasif. Kedua bentuk hukum ini perlu juga didukung dengan sosialisasi
serta penyuluhan kepada para pihak terkait.
Untuk masalah sanksi apakah yang tepat
untuk hal ini adalah dapat berupa teguran hingga hukuman kurungan. Perangkat
ini secara tidak langsung bertujuan untuk menegakkan hukum sesuai Pasal 504 dan 505 KUHP.
Pelarangan ini berlaku untuk semua jenis
kawasan, baik pertokoan, jalanan, kampus maupun sekolah-sekolah. Mengenai sanksi akan diberikan bervariasi.
I.2. Tujuan dan Sasaran
I.2.1. Tujuan
Tujuan penyusunan Naskah Akademik ini adalah untuk
mengkaji dan meneliti secara akademik pokok-pokok materi yang ada dan harus ada
dalam rancangan Peraturan Daerah
Kota Kupang tentang Pengaturan anak
jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kawasan wilayah Kota Kupang,
yang pada kesempatan kali ini dikhususkan pada lingkungan pertokoan, jalanan, kampus maupun
sekolah-sekolah. Keterkaitan pokok-pokok materi
tersebut dengan peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga jelas kedudukan
dan ketentuan yang diaturnya.
I.2.2. Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai adalah tersusunnya Rancangan
Peraturan Daerah tentang Pengaturan anak
jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang yang
sesuai dengan kesadaran hukum dan nilai-nilai yang hidup dan tumbuh dalam
masyarakat, sehingga penataan dan penegakannya menjadi efektif, efisien, mudah
dan murah.
I.3. Metode Penyusunan
Naskah Akademik
Metode
yang digunakan dalam penyusunan usulan naskah akademik ini adalah metode
sosio-legal. Dengan metode ini maka kaidah-kaidah hukum yang hidup dan tumbuh
dalam masyarakat dicari dan digali, untuk kemudian dirumuskan menjadi rumusan
pasal-pasal yang dituangkan ke dalam rancangan peraturan perundang-undangan.
Jadi metode penyusunan ini bersifat partisipatoris. Metode ini dilandasi oleh
sebuah teori yang mengatakan bahwa “hukum yang baik adalah hukum yang hidup dan
tumbuh dalam masyarakat yang didasarkan pada falsafah “Sociological Jurisprudence”. Dalam prakteknya Tim Penyusun Naskah
Akademik ini mengimplementasikan metode ini dengan cara membandingkan antara
ketentuan-ketentuan hukum yang dirumuskan oleh Tim Ahli dengan budaya hukum dan
cita-cita masyarakat mengenai pengaturan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Kupang khususnya
lingkungan pertokoan, jalanan, kampus
maupun sekola-sekolah yang ideal.
Secara garis besar proses penyusunan peraturan daerah ini
meliputi tiga tahapan yaitu: 1) tahap koseptualisasi, 2) tahap sosialisasi dan
konsultasi publik, dan 3) tahap proses politik dan pemilihan.
1. Tahap Konseptualisasi.
Tahap ini merupakan tahap awal dari kegiatan technical
Assistance yang dilakukan oleh tim penyusun. Pada tahap ini tim penyusun
melakukan konseptualisasi Naskah Akademik dan Perumusan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Pengaturan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis
di Kota Kupang dilakukan melalui diskusi intern
bersama Tim Ahli dan Tokoh Masyarakat. Target output dari tahap ini adalah Naskah
Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis
di Kota Kupang.
2. Tahap Sosialisasi dan Konsultasi Publik
Pada tahap ini, tim penyusun melakukan Sosialisasi dan
Konsultasi Publik tentang Pembentukan Lembaga regulasi pengemis Kota Kupang
melalui:
Ø Seminar Launching
Ø FGD dengan Masyarakat, Pers, Pengusaha, LSM/CSO,
Pemda dan DPRD
Ø Talk Show Radio
Ø Talk show Televisi
Ø Penulisan Artikel
Ø Seminar dan Lokakarya
Ø Pemasanan Banner
Ø Iklan Layanan Masyarakat di Surat Kabar dan
Radio.
Target output dari sosialisasi ini adalah :
Ø Tersosialisasikannya rencana pembentukan serta
Rancangan Peraturan Daerah tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
Ø Diperolehnya feedback dari masyarakat
tentang rencana pembentukan Peraturan Daerah tentang Penanganan anak
jalanan, gelandangan dan Pengemis
di Kota Kupang.
Ø Meningkatnya Partisipasi warga dalam pembuatan
Usulan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengaturan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
3. Tahap Proses Politik dan Pemilihan
Tahap proses politik dan pemilihan merupakan tahap akhir
dari kegiatan technical assitance ini. Proses politik adalah proses
pembahasan usulan Raperda tentang tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis oleh DPRD Kota Kupang. Tahap Pemilihan adalah
tahap ketika Raperda sudah disyahkan dan akan dilakukan pemilihan serta
pengangkatan anggota Lembaga regulasi Kota Kupang. Pada tahap proses politik
dan pemilihan, tim penyusun tidak terlibat langsung, melainkan hanya memberikan
jasa konsultansi jika diperlukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses
tersebut. Selain itu, dalam rangka mendorong pengembangan wacana serta
publikasi hasil-hasil perumusan, tim penyusun akan menyelenggarakan satu
seminar untuk mensosialisasikan hasil rumusan akhir usulan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Penanganan
anak jalanan, gelandangan dan
Pengemis di Kota Kupang.
BAB II
RUANG LINGKUP NASKAH AKADEMIK
TENTANG
PENANGANAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA KUPANG
II.1.
Ketentuan Umum
Dalam ketentuan umum akan dirumuskan
beberapa istilah yang akan digunakan dalam Usulan Naskah Akademik mengenai Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
1. Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak
sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak
mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup
mengembara di tempat umum;
2. Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan
dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk
mengharapkan belas kasihan dari orang lain;
3. Menteri adalah Menteri Sosial;
4. Usaha
preventif adalah usaha secara
terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan, dan pendidikan,
pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang
ada hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan, sehingga akan tercegah
terjadinya:
a. pergelandangan dan pengemisan oleh individu
atau keluarga-keluarga terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit
penghidupannya;
b. meluasnya pengaruh dan akibat adanya
pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat yang dapat mengganggu
ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya;
c. pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para
gelandangan dan pengemis yang telah direhabilitir dan telah ditransmigrasikan
ke daerah pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah masyarakat.
5. Usaha
represif adalah usaha-usaha yang
terorganisir, baik melalui lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan
pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat.
6. Usaha
rehabilitatif adalah usaha-usaha
yang terorganisir meliputi usaha-usaha penyantunan, pemberian latihan dan
pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah
pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat,
pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian para gelandangan dan
pengemis, kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan
martabat manusia sebagai warga negara Republik Indonesia.
7. Razia adalah salah satu instrumen penegak dalam
melaksanakan usaha represif.
8. Panti
sosial adalah salah satu
instrumen berupa lembaga yang berfungsi dalam menampung subyek yang diatur
dalam regulasi ini.
II.2.
Materi Muatan
II.2.1. Landasan Filosofis,
Jangkauan, dan Arah Pengaturan
1.
Landasan Filosofis
Materi
muatan pengaturan mengenai Penanganan
anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang
berfungsi untuk menodorong terciptanya sistem regulasi yang baik, efektif, dan
efisien.
- Jangkauan Pengaturan
Penanganan mengenai anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang diarahkan untuk mengatur subyek serta para pihak
terkait.
- Arah Pengaturan
Penanganan mengenai anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang melalui
lembaga yang ditunjuk dan berkompeten diarahkan untuk menjadikan lembaga ini
dapat terbentuk sesuai dengan asas-asas universal yang berlaku bagi regulasi
ini. Asas-asas ini juga diharapkan dapat diterima oleh seluruh elemen sosial
dan kemasyarakatan Kota Kupang.
II.2.2. Asas-asas Materi Muatan
Materi muatan mengenai lembaga penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang merupakan cerminan
dari asas-asas yang ingin ditegakkan, yaitu:
1.
Asas Non-Diskriminasi
Kebijakan mengenai regulasi anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang
dituangkan dalam berbagai instrumen hukum dan peraturan perundang-undangan
hendaknya menghargai keberagaman yang muncul tanpa mengklasifikasikannya secara
radikal.
2.
Asas Transparansi
a.
Kebijakan dasar mengenai
regulasi ini harus menjamin subyek yang diatur mendapatkan informasi yang benar
mengenai program dan alokasi keuangan dari pemerintah pusat dan daerah yang
dialokasikan untuk subyek yang bersangkutan.
b.
Kebijakan dasar mengenai
pengaturan anak jalanan, gelandangan
dan pengemis di kota Kupang harus menjamin keterbukaan informasi antar
subyek yang diatur dan antara subyek yang diatur dengan pemerintah.
3.
Asas Akuntabilitasi
Kebijakan dasar mengenai regulasi anak jalanan, gelandangan dan pengemis di kota Kupang
harus menjamin :
a.
Pelayanan administrasi yang
memenuhi syarat akuntabilitas bagi kepentingan subyek yang bersangkutan serta
para pihak.
b.
Fungsi pelayanan administrasi
yang diselenggarakan untuk kepentingan pemerintah pusat dan atau pemerintah
daerah harus sesuai dengan tujuan yang telah disepakati dan tidak merugikan
kepentingan subyek yang diatur.
c.
Lembaga yang ada harus
mengembangkan mekanisme dan prosedur yang disepakati untuk menjamin
akuntabilitasnya.
4.
Asas Kemandirian
Kebijakan dalam pemberian pekerjaan sesuai dengan kemampuan untuk
memperoleh penghidupan yang layak dengan kemandirian yang dimiliki.
5.
Asas Partisipatif
Kebijakan dasar mengenai regulasi ini harus menjamin :
a.
Hak masyarakat untuk turut
serta dalam mekanisme pengambilan keputusan.
b.
Hak setiap anggota masyarakat
untuk mengontrol pelaksanaan keputusan setempat yang berkaitan dengan
kepentingan mereka.
c.
Pengutamaan sistem demokrasi
langsung dalam mekanisme pengambilan keputusan.
d.
Terjadinya proses musyawarah
dalam mekanisme perwakilan.
6.
Asas Pemberdayaan
Kebijakan untuk memberdayakan kehidupan yang lebih layak, dalam arti
mengurangi komunitas masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan
sebagaimana subyek yang ada pada regulasi ini menuju masyarakat yang lebih
sejahtera.
7.
Asas Demokratis
Kebijakan
dasar mengenai regulasi ini harus menghormati prinsip-prinsip demokrasi.
8.
Asas Kesopanan
Kebijakan
dasar mengenai regulasi ini harus berpotensikan dalam upaya meningkatkan nilai
kesopanan dalam masyarakat.
9.
Asas Ketertiban dan
Keamanan
Kebijakan
dasar mengenai peningkatan ketertiban dan keamanan dalam kehidupan masyarakat
untuk menciptakan kehidupan yang aman dan tenteram. Asas-asas tersebut berusaha
untuk dimuat baik secara eksplisit maupun implisit dalam berbagai ketentuan
mengenai dasar pembentukan, sifat, fungsi, kewenangan, tugas, proses kerja,
susunan, dan proses pemilihan, penggantian, serta pertanggungjawaban
Regulasi/Penanganan anak jalanan,
gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
II.2.3. Pokok-pokok Materi Muatan
Pokok
materi muatan yang akan diatur oleh Peraturan Daerah Tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang adalah sebagai berikut:
a)
Nama Lembaga:
Alternatif 1
Nama
lembaga yang akan dibentuk adalah Lembaga Regulasi Sosial
Alternatif 2
Nama
lembaga yang akan dibentuk adalah …… (nama lokal), yang berfungsi sebagai Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
Nama lokal yang diusulkan adalah:
1. Lembaga Pelayanan Masyarakat
2. Wahana Sosial
b)
Asas Lembaga
Regulasi ini didirikan dan bekerja dengan bersandar pada asas-asas:
b.1. Non-diskriminasi
b.2. Transparansi
b.3. Akuntabilitas
b.4. Kemandirian
b.5. Partisipatif
b.6. Pemberdayaan
b.7. Demokratis
b.10. Kesopanan
b.11. Ketertiban dan Keamanan
c)
Sifat Lembaga:
Lembaga
penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Kupang bersifat mandiri, indipenden, tidak
memiliki hubungan hierarkis, dan bertanggung jawab terhadap lembaga terkait.
d) Tujuan
Penanganan
anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang bertujuan:
a. Meningkatkan mutu pelayanan di bidang sosial agar setiap anggota
masyarakat yang berhubungan dengan lembaga regulasi memperoleh keadilan, rasa aman,
serta kesejahteraan yang semakin baik.
b. Meningkatkan perlindungan
terhadap hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum, keadilan, dan
kesejahteraan secara lebih baik.
c. Membantu menciptakan dan mengembangkan
kondisi yang kondusif di daerah
d. Meningkatkan budaya hukum, kesadaran hukum, dan supremasi hukum
yang berintikan kebenaran serta keadilan.
e)
Fungsi Lembaga Regulasi Sosial Kota Kupang
Lembaga Regulasi Sosial Kota Kupang berfungsi membantu menyelesaikan keluhan masyarakat terhadap
penyelenggaraan tugas pelayanan pemerintah daerah dan perangkatnya. (Dalam
penjelasan perlu ditegaskan yang dimaksud dengan menyelesaikan masalah yaitu: menerima
keluhan, mengklarifikasi keluhan, mengkonfirmasi keluhan, melakukan mediasi,
dan mengeluarkan rekomendasi).
f)
Tugas Lembaga Regulasi Sosial Kota Kupang
Lembaga regulasi Kota Kupang ini bertugas:
a. Melayani keluhan dan atau laporan subyek yang diatur atas
keputusan, tindakan dan atau perilaku aparat yang dirasakan tidak adil, tidak
patut, memperlambat, merugikan, atau bertentangan dengan kewajiban hukum.
b. Menindaklanjuti
keluhan, laporan, atau informasi mengenai penyimpangan pelaksanaan
penyelenggaraan peraturan dalam regulasi ini atau pelayanan umum daerah sebagaimana
dimaksud dalam sub a.
c. Melakukan langkah-langkah untuk memecahkan masalah yang dihadapi
baik oleh masyarakat maupun pemerintah atau aparat pemerintah daerah
penyelenggara pelayanan umum melalui lembaga yang ditunjuk.
d. Melakukan langkah-langkah prefentif
e. Melakukan koordinasi dan
kerjasama dengan lembaga-lembaga atau pemerintahan lainnya baik di tingkat
daerah maupun di tingkat nasional.
f. Menyebarluaskan pemahaman mengenai kedudukan, fungsi, tugas, dan
wewenang Lembaga Regulasi Kota Kupang.
g)
Kewenangan Lembaga Regulasi Sosial Kota Kupang
Lembaga Regulasi Kota Kupang ini berwenang:
a. Menerima laporan dari masyarakat yang berisi keluhan atas
keputusan, tindakan, dan atau perilaku aparat dirasakan tidak adil, tidak patut,
memperlambat, merugikan, atau bertentangan dengan kewajiban hukum yang berlaku
bagi aparat yang bersangkutan.
b. Meminta keterangan secara lisan dan atau tertulis dari pelapor,
terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai suatu keluhan yang disampaikan
kepada Lembaga Regulasi yang bersangkutan.
c. Memeriksa keputusan, surat menyurat, atau
dokumen-dokumen lain yang ada pada pelapor atau terlapor untuk mendapatkan
kebenaran keluhan terhadap pelapor.
d. Meminta klarifikasi dan atau
salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan untuk pemeriksaan laporan dari
perangkat daerah terlapor.
e. Membuat rekomendasi atau
usul-usul mengenai penyelesaian keluhan pelapor, termasuk rekomendasi untuk pelayanan
pendidikan
f. Demi kepentingan umum,
mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan rekomendasi untuk diketahui umum.
g. Wewenang lain yang dianggap
perlu untuk melaksanakan fungsi dan tugas Lembaga Regulasi Kota Kupang.
II.4.
Ketentuan Peralihan dan Penutup
II.4.1. Ketentuan Peralihan
Dalam ketentuan peralihan dan ketentuan
penutup, akan diatur kedudukan lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan
yang sudah berlaku dan yang akan berlaku, yang menyangkut penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Kupang yakni, PP No. 31 Tahun 1980, LN. 1980-51 dan Perda No. 11 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah No. 03
Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan.
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam terselenggaranya
usulan naskah akademik :
A.
Selambat-lambatnya satu bulan sejak
terpilih, Lembaga Penanganan anak jalanan,
gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang yang pertama
kali dibentuk harus sudah mulai bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
B.
DPRD dapat mengevaluasi
Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang yang pertama dibentuk
dalam tahun pertama. Evaluasi meliputi aspek kelembagaan dan pelaksanaan tugas
dan fungsi yang dilakukan oleh lembaga yang berkompeten.
C.
Dalam jangka waktu satu tahun,
jika dipandang perlu DPRD dapat memperbaiki atau menyusun peraturan daerah
mengenai Penanganan anak jalanan,
gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang.
II.4.2. Ketentuan Penutup
Peraturan
daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan peraturan daerah ini ditempatkan dalam Lembaran Daerah. Untuk
memberi kesempatan pada daerah menyesuaikan peraturan daerah yang berkaitan
dengan penanganan anak jalanan,
gelandangan dan pengemis di Kota Kupang agar sesuai
dengan peraturan ini, maka waktu 1 tahun dianggap waktu yang cukup untuk
penyesuaian tersebut. Selama jangka waktu tersebut pemerintah daerah seharusnya
melakukan sosialisasi penanganan anak
jalanan, gelandang dan pengemis di Kota Kupang serta menyerap
aspirasi masyarakat mengenai regulasi ini.
II.5. Bunyi
Pasal yang Diusulkan Berdasarkan Materi Muatan
Berdasarkan cakupan materi muatan, maka Tim Penyusun
mengusulkan alternatif bunyi pasal yang dapat mewakili gagasan yang dituangkan
dalam cakupan materi muatan. Agar pembaca dapat membandingkan cakupan materi
muatan dengan alternatif bunyi pasal yang diusulkan, maka bunyi pasal yang
diusulkan dengan materi muatan disandingkan dalam bentuk tabel sebagaimana
dapat dibaca pada lampiran 1.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.1 Kesimpulan
III. 1. 1 Luas lingkup materi
diatur, dan kaitannya secara sistematik dengan
peraturan
perundang-undangan lainnya
Dalam naskah akademik ini telah diuraikan pengkajian mengenai
berbagai hal yang diperkirakan dapat menjadi bahan materi muatan penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di Kota Kupang. Berdasarkan kajian tersebut dirumuskan
pokok-pokok pikiran yang akan dituangkan sebagai kaidah hukum dalam materi
muatan Rancangan Undang-Undang tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota
Kupang.
Luas lingkup materi muatan tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota
Kupang yang diatur dalam naskah akademik ini, diusahakan sesuai dengan
prinsip-prinsip yang ada.
Dalam proses pengundangan dan pelaksanaannya maka materi
muatan yang dikemukakan dalam naskah akademik ini harus senantiasa merujuk pada
undang-undang tentang Penanganan anak
jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang secara Nasional
serta Peraturan Pemerintah yang menyertainya. Meskipun demikian, yang harus
dicatat adalah bahwa penanganan anak
jalanan, gelandangan dan pengemis pada dasarnya adalah
cerminan dari inisiatif daerah. Dengan demikian perbedaan materi muatan
mengenai Penanganan anak jalanan,
ggelandangan dan Pengemis dengan
UU tentang Penanganan anak jalanan,
gelandangan dan pengemis di Kota Kupang dan Peraturan
Pemerintah, sepanjang tidak menyalahi prinsip-prinsip umum yang selayaknya
dapat diterima. Perbedaan materi muatan ini selayaknya disikapi sebagai proses
pengayaan khasanah kelembagaan penanganan
anak jalanan, gelandang dan pengemis di Kota Kupang.
III. 1. 2 Bentuk Pengaturan tentang Penganganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang
Berdasarkan
pada sifat, asas, tujuan, lingkup kewenangan, dan tugas yang dikemukakan dalam
materi muatan, maka pengaturan mengenai Penanganan
anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang
sebaiknya dituangkan dalam “Peraturan Daerah Kota Kupang”.
III. 2 Saran
III. 2. 1 Peraturan Pelaksanaan
dan Petunjuk Teknis yang Dibutuhkan
Berdasarkan
pada materi muatan yang dikemukakan dalam bagian 2 maka, untuk dapat
terlaksananya peraturan daerah tentang Penanganan
anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang
perlu ditindaklanjuti dengan:
1.
Penetapan prosedur teknis lembaga
regulasi Kota Kupang yang dapat dijadikan pedoman oleh Sekretariat DPRD untuk
memperlancar proses lembaga regulasi Kota Kupang.
2.
Penetapan mengenai lingkup
materi untuk uji kelayakan dan kepantasan lembaga regulasi Kota Kupang.
3. Penetapan mengenai proses rekrutmen, standard upah, dan fasilitas
pendukung lembaga regulasi Kota Kupang.
III.2.2 Saran Tindak Lanjut
Untuk mendapatkan materi muatan yang
dapat mencerminkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan metode yang akan ditempuh
maka langkah yang segera harus dilakukan adalah:
1.
Sosialisasi gagasan melalui
media cetak dan atau elektronik.
2.
Konsultasi publik dengan berbagai
elemen masyarakat Kota Kupang.
3.
Diseminasi usulan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Penanganan anak jalanan,
gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang kepada masyarakat
luas.
4.
Menjaring masukan dari
masyarakat terhadap Usulan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penanganan anak jalanan, gelandangan dan Pengemis di Kota Kupang guna penyempurnaan materi muatan.
LAMPIRAN
USULAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA KUPANG
Lampiran ini menyajikan alternatif
bunyi pasal yang diusulkan oleh Tim Penyusun mengenai pengaturan pengemis di
kawasan pendidikan Kota Kupang.
BAB I. KETENTUAN UMUM
Pasal 1.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Gelandangan adalah orang-orang yang
hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam
masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang
tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum;
2. Pengemis adalah orang-orang yang
mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara
dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain;
3. Menteri adalah Menteri
Sosial;
4. Usaha preventif adalah usaha secara
terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian
bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada
hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan, sehingga akan tercegah
terjadinya:
a. pergelandangan dan pengemisan oleh
individu atau keluarga-keluarga terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit
penghidupannya;
b. meluasnya
pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat
yang dapat mengganggu ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya;
c. pergelandangan dan pengemisan kembali
oleh para gelandangan dan pengemis yang telah direhabilitir dan telah
ditransmigrasikan ke daerah pemukiman baru ataupun
telah dikembalikan ke tengah masyarakat.
5. Usaha represif adalah usaha-usaha yang
terorganisir, baik melalui lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan
pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat.
6. Usaha rehabilitatif adalah usaha-usaha
yang terorganisir meliputi usaha-usaha penyantunan, pemberian latihan dan
pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali baik ke daerah-daerah
pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat,
pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian para gelandangan
dan pengemis, kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan
martabat manusia sebagai Warganegara Republik Indonesia.
BAB II.
TUJUAN, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB
Pasal 2.
Penanggulangan gelandangan dan pengemisan yang meliputi usaha-usaha
preventif, represif, rehabilitatif bertujuan agar tidak terjadi pergelandangan
dan pengemisan, serta mencegah meluasnya pengaruh akibat pergelandangan dan
pengemisan di dalam masyarakat, dan memasyarakatkan kembali gelandangan dan
pengemis menjadi anggota masyarakat yang menghayati harga diri, serta
memungkinkan pengembangan para gelandangan dan pengemis untuk memiliki kembali
kemampuan guna mencapai taraf hidup, kehidupan, dan penghidupan yang layak
sesuai dengan harkat martabat manusia.
Pasal 3.
(1) Kebijaksanaan di bidang penanggulangan
gelandangan dan pengemis ditetapkan oleh Menteri berdasarkan kebijaksanaan yang
digariskan oleh Pemerintah.
(2) Dalam menetapkan
kebijaksanaan, Menteri dibantu oleh sebuah badan koordinasi, yang susunan,
tugas dan wewenangnya diatur dengan Keputusan Presiden
.
Pasal 4.
(1) Pemerintah Daerah dapat melaksanakan
kebijaksanaan khusus berdasarkan kondisi daerah sepanjang tidak bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan petunjuk teknis dari Menteri Sosial dan
petunjuk-petunjuk Menteri Dalam Negeri.
BAB III. USAHA PREVENTIF
Pasal 5.
Usaha preventif dimaksudkan untuk mencegah timbulnya gelandangan dan
pengemis di dalam masyarakat, yang ditujukan baik kepada perorangan maupun
kelompok masyarakat yang diperkirakan menjadi sumber timbulnya gelandangan dan
pengemis.
Pasal 6.
Usaha sebagaimana dimaksud Pasal 5, dilakukan antara lain dengan:
a. Penyuluhan dan bimbingan
sosial;
b. Pembinaan sosial;
c. Bantuan sosial;
d. Perluasan kesempatan
kerja;
e. Pemukiman lokal;
f. Peningkatan derajat
kesehatan.
Pasal 7.
Pelaksanaan usaha-usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur lebih
lanjut oleh Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan
bidang tugas masing-masing.
BAB IV. USAHA REPRESIF
Pasal 8.
Usaha represif dimaksudkan untuk mengurangi dan/atau meniadakan gelandangan
dan pengemis yang ditujukan baik kepada seseorang maupun kelompok orang yang
disangka melakukan pergelandangan dan pengemisan.
Pasal 9.
Usaha represif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi:
a. razia;
b. penampungan sementara untuk
diseleksi;
c. pelimpahan.
Pasal 10.
(1) Razia dapat dilakukan sewaktu-waktu baik
oleh pejabat yang berwenang untuk itu maupun oleh pejabat yang atas perintah
Menteri diberi wewenang untuk itu secara terbatas.
(2) Razia yang dilakukan oleh pejabat yang
diberi wewenang kepolisian terbatas dilaksanakan bersama-sama dengan
Kepolisian.
Pasal 11.
Gelandangan dan pengemis yang terkena razia ditampung dalam penampungan
sementara untuk diseleksi.
Pasal 12.
Seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dimaksudkan untuk menetapkan
kwalifikasi para gelandangan dan pengemis dan sebagai dasar untuk menetapkan
tindakan selanjutnya yang terdiri dari:
a. dilepaskan dengan syarat;
b. dimasukkan dalam Panti
Sosial;
c. dikembalikan kepada orang
tua/wali/keluarga/kampung halamannya;
d. diserahkan ke Pengadilan;
e. diberikan pelayanan
kesehatan.
Pasal 13.
Dalam hal seseorang gelandangan dan/atau pengemis dikembalikan kepada orang
tua/wali/keluarga/kampung halamannya baik karena hasil seleksi
maupun karena putusan pengadilan
dapat diberikan bantuan sosial yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh
Menteri.
BAB V. USAHA REHABILITATIF
Pasal 14.
Usaha rehabilitatif terhadap gelandangan dan pengemis meliputi usahausaha
penampungan, seleksi, penyantunan, penyaluran dan tindak lanjut, bertujuan agar
fungsi sosial mereka dapat berperan kembali sebagai warga masyarakat.
Pasal 15.
(1) Usaha rehabilitatif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 dilaksanakan melalui Panti Sosial.
(2) Tatacara pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16.
Usaha penampungan ditujukan untuk meneliti/menseleksi gelandangan dan
pengemis yang dimasukkan dalam Panti Sosial.
Pasal 17.
Seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 bertujuan untuk menen-tukan
kualifikasi pelayanan sosial yang akan diberikan.
Pasal 18.
Usaha penyantunan ditujukan untuk mengubah sikap mental gelandang-an dan
pengemis dari keadaan yang nonproduktif menjadi keadaan yang produktif.
Pasal 19.
Dalam melaksanakan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 para
gelandangan dan pengemis diberikan bimbingan, pendidikan dan latihan baik fisik,
mental maupun sosial serta ketrampilan kerja sesuai dengan bakat dan
kemampuannya.
Pasal 20.
Tatacara pelaksanaan penyantunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan
Pasal 19 diatur lebih lanjut oleh menteri.
Pasal 21.
(1) Usaha penyaluran ditujukan kepada
gelandangan dan pengemis telah mendapatkan bimbingan, pendidikan, latihan dan
ketrampilan kerja dalam rangka pendayagunaan mereka terutama ke sektor produksi
dan jasa, melalui jalur-jalur transmigrasi, swakarya, dan pemukiman lokal.
(2) Tatacara pelaksanaan penyaluran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Sosial, Menteri Dalam
Negeri, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, baik secara bersama-sama
atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
Pasal 22.
Usaha tindak lanjut ditujukan kepada gelandangan dan pengemis yang telah
disalurkan, agar mereka tidak kembali menjadi gelandangan-dan pengemis.
Pasal 23.
Usaha tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 antara lain
dilakukan dengan;
a. meningkatkan kesadaran
berswadaya;
b. memelihara, memantapkan dan
mertingkatkan kemampuan sosial ekonomi;
c. menumbuhkan kesadaran hidup
bermasyarakat.
Pasal 24.
Pelaksanaan usaha tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan
Pasal 23 diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BAB VI.
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 25.
Organisasi Sosial masyarakat dapat menyelenggarakan usaha rehabilitasi
gelandangan dan pengemis dengan mendirikan Panti Sosial.
Pasal 26.
Organisasi Sosial yang menyelenggarakan usaha rehabilitasi sebagai mana dimaksud
dalam Pasal 25, wajib mendaftarkan dan memberikan laporan berkala kepada
Menteri melalui Instansi dalam lingkungan Departemen Sosial setempat.
Pasal 27.
Menteri dapat memberikan bantuan/subsidi kepada Organisasi Sosial
Masyarakat yang menyelenggarakan usaha rehabilitasi gelandangan dan pengemis.
Pasal 28.
Menteri atau pejabat yang diberi wewenang oleh Menteri memberikan bimbingan
dan pengarahan terhadap organisasi sosial masyarakat yang menyelenggarakan
usaha rehabilitasi gelandangan dan pengemis.
Pasal 29.
Pelaksanaan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam bab ini diatur oleh
Menteri.
BAB VII. KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP
Pasal 30.
Segala peraturan perundang-undangan tentang gelandangan dan pengemis yang
sudah ada tetap berlaku, selama tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah
ini.
Pasal 31.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ketetapan
Madjelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1978; tentang Garis-garis Besar
Haluan Negara.
2.
Pasal 5 ayat
(2), Pasal 27, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945.
3.
Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial
(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039).
4.
Usulan Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang Prakarsa/Rancangan Undang-Undang Inisiatif
tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 1
Huruf o dan p, Bab XI Pasal 93-111, dan Pasal 126 yang Berkaitan dengan Desa.
Lucky Club Review: Slots, Roulette, Video Poker and More
BalasHapusLucky Club is the only online betting site where you can place your bets. The company boasts a generous welcome bonus to keep your money active luckyclub.live and the best Rating: 9/10 · Review by LuckyClub.org